Pagi itu matahari masih malu-malu, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 saat aku dan teman-teman sampai di parkiran Pantai Nglambor. Langit sungguh membuat gelisah, sepertinya hujan sebentar lagi akan turun.
“mbak ojek mbak, satu orang 5 ribu aja, dari pada jalan kaki.” Begitu keluar dari mobil, seorang lelaki paruh baya berkupluk menawarkan ojek pada kami. Aku pikir ketika sampai di parkiran mobil kami hanya perlu berjalan sedikit untuk mencapai bibir pantai. Tapi ternyata kenyataan mematahkan hal itu. Dari parkiran yang terlihat adalah jalan yang tidak terlalu lebar yang sama sekali tidak mulus, dengan bebatuan dan kontur jalan yang menurun. Tanpa pikir panjang kami langsung mengiyakan tawaran Bapak tadi untuk naik ojek. Jangan khawatir tidak dapat ojek di situ karena jumlah armadanya ada banyak.
Sebenarnya bisa saja jalan kaki menuju pantai, tapi pagi itu cuaca tidak mendukung. Yang ada di pikiran adalah asal cepat sampai pantai, selak udan. Perjalanan kurang lebih 5 menit menuju bibir pantai dengan menaiki ojekpun tidak mudah. Sepeda motor yang digunakan memang sepeda motor yang sudah disesuaikan dengan keadaan jalan, tetapi jalanan yang tidak mulus tetap masih sangat terasa. Bisa dibilang grenjul-grenjul banget.
Lautan biru sudah terlihat, aroma khas laut tercium dan debur ombak sudah terdengar, begitu riuh, ramai. Tapi semakin siang langit bukannya cerah malah semakin membuat gelisah.
Setelah turun dari ojek kami masih harus berjalan sedikit ke bawah karena pantai ada di bawah dan ojek hanya bisa sampai di jalan atas. Dari kejauhan terlihat air laut sedang pasang. Bayang-bayang gagal snorkelingpun sudah lebih dulu membayangi. “kita jadi snorkeling nggak nih? Berani nggak nih, pasang gituu air lautnya, mendung banget juga. gimana dong?” aku ragu sekaligus agak ciut melihat air laut yang pasang saat itu. Teman-teman yang lain sepertinya juga merasakan hal yang sama. Padahal salah satu alasan kenapa kami memilih Pantai Nglambor adalah kami ingin snorkeling, jadi saat membaca keadaan saat itu seperti tidak mendukung, kami agak lemass, hyahhh.
Meskipun begitu kami terus berjalan menuju bibir pantai.
Sampai akhirnya ada beberapa bapak-bapak mendekati kami sambil menawarkan paket snorkeling.
“Mbak mau snorkeling? Ayo bisa rombongan." Tawar bapak-bapak yang sedari tadi mendekati kami. "Lho airnya pasang gitu pak, apa nggak bahaya?" Tanyaku meyakinkan. "Ini belum pasang banget mba, mumpung belum hujan. Kalau hujan baru nggak boleh buat snorkeling." Kami langsung mengiyakan ajakan bapak tadi. Ganti baju renang, kemudian memakai perlatan snorkeling yang sudah disediakan. Oiya, untuk snorkeling satu orang dipatok harga Rp 40.000, include masker selam, snorkel, sepatu, pelampung, pemandu dan juga dokumentasi.
Peralatan snorkeling sudah lengkap menempel di tubuh kami, gelombang air laut sudah memanggil-manggil. Perlahan aku masuk ke dalam air disambut oleh pemandu snorkeling sambil menjelaskan bagaimana cara memakai snorkel yang benar. Seperti yang terlihat dari awal, air laut sedang pasang, belum sempat memakai snorkel ombak sudah datang menghantam. Byuuur! Wajah langsung terhantam ombak, air laut masuk ke hidung dan mulut. Mata pun terasa sangat pedih. Saat itu rasanya langsung pingin menepi, udahan. Tapi untul mencapai tepi juga bukan perkara yang mudah. Akhirnya tetap terombang-ambing menjadi jalan satu-satunya. Sampai kemudian pemandu snorkeling menuntun kami, dan meminta kami untuk rileks, santai. Sungguh perjuangan yang tidak mudah untuk bisa snorkeling di pantai yang ombaknya tidak santai seperti di Nglambor ini. Apalagi aku tidak mahir renang, hanya mengandalkan pelampung.
Pada akhirnya aku dan teman- teman bisa menikmati snorkeling dengan santai di Pantai Nglambor, meskipun ombak besar dan air laut sedang pasang.
Tidak berselang lama setelah kami selesai snorkeling, hujan turun deras. Seolah menunggu kami selesai mencoba olahraga air yang memacu adrenalin ini.
Kalian sudah pernah snorkeling? Share ceritanya yuuk!